Minggu, 21 Juni 2015

Belajar dari Hidup

Bener gak sih kalau aku bilang, "Terkadang kita tidak mudah mengambil pelajaran hidup dari perkataan seseorang, namun terkadang kita lebih mudah belajar dari sesuatu yang kita lihat dari kehidupan seseorang"

Mungkin itu yang tengah aku alami sekarang. Belajar dari kehidupan orang lain terkadang membuatku lebih bisa membuka pemikiran baru, membuka mata hati untuk bisa memahami orang lain dengan kehidupannya.

Tak semua orang dilahirkan dalam keadaan mampu secara finansial. Tak semua orang dilahirkan dalam keadaan berkecukupan. Diantara mereka pun juga banyak cara dalam menyikapi hidup. Entah itu dengan semakin bersyukur atau malah dengan semakin menjauh dari Rabbnya.

Pada kali ini, sepertinya aku ambil contoh dua keluarga yang menurutku lumayan berbeda dalam segi ibadah dan lancarnya rezeki.

Keluarga pertama. Sepasang suami istri ini memiliki tujuh orang anak. Bekerja sebagai pedagang kaki lima di sebuah pinggiran kota. Walaupun begitu, mereka sekeluarga tak pernah alpa dalam menjalankan sholat berjamaah. Setiap maghrib selalu sholat berjamaah bersama keluarga di rumah mereka. Suami istri ini dengan sabar membimbing anak-anaknya dalam belajar mengaji. Walaupun juga harus memasukkan anak-anaknya ke madrasah sore yang tentunya juga membutuhkan biaya.

Suami istri ini begitu percaya bagaimana Allah akan memberikan keberkahanNya melalui usaha, do'a, dan juga anak-anaknya. Seperti apa yang dibilang, banyak anak banyak rezeki.

Setiap hari mereka harus bangun pagi untuk menyiapkan dagangan mereka. Tak terkecuali anak-anak. Anak-anak mereka rela membantu orangtua mereka dengan bangun pagi dan menyiapkan persiapan dagangan untuk esok hari usai sekolah.

Begitulah keseharian keluarga ini. Tak pernah keluarga ini mencari pinjaman ke sana ke mari kecuali memang mereka sangat membutuhkan. Walaupun diliputi kekurangan harta, namun kecintaan satu sama lain memberi kekuatan untuk tegar. Memberi kekuatan untuk tetap berjalan di jalan lurusNya. Kesederhanaan mereka menjadi pelajaran hidup bagi orang lain di sekitar mereka.

Keluarga yang kedua. Suami istri ini memiliki satu orang anak. Istrinya jarang ada di rumah karena bekerja di luar kota. Sedangkan si suami merawat si anak dengan bekerja serabutan. Keluarga kecil inu sebenarnya sama dengan keluarga yang pertama, hidup dalam kekurangan. Namun, cara mereka dalam menghadapi keadaan ini berbeda.

Setiap sang istri pulang ke rumah, tak jarang terdengar pertengkaran kecil di rumah mereka. Kepercayaan antar mereka tak sebegitu besar seperti keluarga yang pertama. Mereka jarang bersama untuk melakukan sholat berjamaah. Bahkan terkadang malah meninggalkannya.

Entah mengapa, seharusnya keluarga kedua ini lebih berkecukupan dengan sang istri yang juga bekerja di luar kota dan menghidupi satu orang anak saja. Namun, pada nyatanya keluarga ini tak pernah tenang dan tak jarang mencari pinjaman kepada orang lain. Satu anaknya pun juga sempat putus sekolah selama beberapa tahun. Kedekatan mereka kepada Rabbnya pun juga tak kunjung membaik, malah semakin jauh.

Perbandingan antara dua keluarga yang sama namun berbeda. Tak semua orang bisa membaca petunjuk dan hidayahNya yang telah Dia berikan kepada manusia. PetunjukNya begitu banyak bertaburan di muka bumi ini, tinggal bagaimana kita bisa membacanya. HidayahNya hanya diberikan pada orang-orang yang mau menerima hidayahNya. Dan itulah kunci agar kita bisa membaca petunjuk dari Sang Maha Segalanya.

—Orang mukmin yang percaya pada Allah, hikmahNya, dan rahmatNya akan semakin bertambah melindungkan diri pada Allah, semakin merendahkan diri dan semakin takut padaNya. Sedangkan orang yang fasik atau munafik akan menggoncangkan hatinya dan menjadikan hatinya semakin jauh dari Allah serta mengeluarkannya dari barisanNya. Dan jika kelapangan dianugerahkanNya pada orang mukmin, mereka bertambah keimanan dan ketakwaannya, bertambah kesadaran, kepekaan, dan kesyukurannya. Sedangkan bagi orang fasik atau munafik, maka kenikmatan itu akan menjadikan mereka sombong dan menyimpang.— {Fi Zhilalil Qur'an 1, hal 61}

Mari kita contoh keluarga yang pertama dalam menyikapi hidup kita. Wallahu a'lam bishowab  :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar