Senin, 02 November 2015

KAU

Kau datang mengahmpiriku ketika aku telah menghapusmu dari hidupku
Mencariku ketika aku telah berlari meninggalkan semua masa lalu yang kelam
Kau kembali lagi ketika aku telah pergi
Membuatku kembali berputar kembali menuju masa laluku

Sabtu pagi, 31 November 2015
Entah mengapa aku hanya ingin berkumpul dengan teman-teman baruku di tempat yang biasa kami jadikan tempat untuki bercengkerama. Kami berdiskusi banyak hal dan menegerjakan banyak hal pula seperti tugas-tugas yang tak akan pernah kosong di setiap harinya.

"Fai, ada orang yang mencarimu di depan gerbang!"
Dalam hatiku bertanya, siapa yang mencariku? Kulangkahkan kakiku menuju gerbang masuk sambil bertanya-tanya tentunya. Kubuka perlahan gerbang itu. betapa terkejutnya diriku ketika melihat sesosok masa lalu yang telah lama tak bertemu.
"Faira?"
"Ya?" dengan bergetar kujawab panggilannya.
"Lama kita tak bertemu. Apa kabar?"
Sungguh aku tak mengerti mengapa hatiku terlalu tegang menghadapi keadaan ini.
"Ba..baik. Kamu bagaimana?"
"Baik, Fai."
"Ehm, maaf. kamu mau masuk? Aku masih ada kerja kelompok."
"Oh, oke. Aku tunggu di ruang tamu."

Aku menghilang di balik dinding. Kupercepat langkahku menuju tempatku berdiskusi dengan teman-teman baruku.
"Siapa, Fai?"
"Temen."
"Oh, yasudah Fai. Diskusi kita sudah cukup mungkin ya. Tugas kita juga sudah selesai kok.Besok lagi mungkin kita teruskan. Temani tamumu ya. Kita pulang."
"Kalian pulang?" Aku bertanya dengan wajah yang tak bisa kutentukan aku berada dalam keadaan yang bagaimana.
"Ya. Kami pulang dulu. Selamat bertemu di kampus, Fai."
"Oh iya. Makasih semua."

Setelah semua pergi dari diskusi ini dan hanya aku sendiri bersama tamuku.
"Fai, kaget ya?"
"Ah, apa?" pikiranku sungguh kacau. Antara kaget dan bingung aku harus bersikapseperti apa.
"Hai, kamu kenapa?" itu pertanyaan yang menyentil hatiku. Aku tak kuasa menahan air mataku yang tiba-tiba ingin turun. Memori yang sekian lama aku tinggalkan dan kututup dengan perlahan muncul lagi dalam otakku. Bayangan itu sekarang di hadapanku.
"Ri, kenapa kau datang lagi?"
"Fai,aku hanya ingin melihatmu. Aku rindu. Apa aku salah?"
"Salah, Ri. Salah."
"Apa yang salah? Aku hanya ingin melihatmu.Itu saja."
"Tapi aku tak ingin kau datang lagi." Isakku semakin menjadi-jadi. Aku tak kuasa mengontrol hatiku yang semakin bergejolak dengan berbagai hal.
"Oke, baiklah aku akan pergi, Fai. Melihatmu sudah cukup membuatku lega. Setidaknya aku tahu kau baik-baik saja. Selamat tinggal, Fai."

Aku terdiam. Sejujurnya, aku sangat merindukannya. Sangat sangat merindukannya. Aku ingin mengejarnya, tapi kakiku tiba-tiba kaku untuk melangkah. Akhirnya, keputusan ini aku ambil.
"Ri, tunggu!" Dia melangkah lebih cepat. Menuju taksi yang terdekat darinya. Oh tidak. Aku terlambat. Aku mencoba mengejarnya lagi, lagi dan lagi. Percuma. Kecepatanku berlari tentu tak sebanding dengan kecepatan taksi itu. Aku mulai putus asa.

"Fai, masuk!" Aku menolehkan wajahku kepada suara yang memanggil namaku.
"Ri?"
"Ayo cepat masuk, Fai." Aku melangkahkan kakiku mendekati taksi yang dia tumpangi. Air mataku masih saja turun membasahi wajahku. Entah mengapa, dia mengulurkan tangannya menghapus air mataku. "Fai, aku mencoba memenuhi janjiku untuk menemuimu. Aku tau bertahun-tahun kita tak berjumpa. Aku berusaha mencari semua kontakmu dan akhirnya aku menemukannya. Walaupun kita hanya berinteraksi melalui chat-chat yang hanya sebentar itu, aku sudah cukup senang mendengar kabarmu. Fai, apa aku datang di saat yang tidak tepat?" Dia menjelaskan semuanya sementara taksi terus melaju membawaku dan dirinya entah ke mana.

Aku hanya diam disampingnya. Melemaskan semua persendianku, menenangkan semua perasaanku. Aku di sini, Ri. "Kita mau ke mana?" Aku bertanya padanya. "Tempat favoritku, Fai." "Untuk apa kita ke sana?" "Aku ingin membayar semua kesalahanku."

Aku tak mengerti apa yang dia pikirkan. Aku juga tak mengerti mengapa diriku dengan mudah mengizinkannya masuk kembali dalam cerita hidupku. Aku hanya mengizinkanmu kali ini saja. Memenuhi kerinduan yang selama ini kau tutupi dari semuanya.

Kau datang dengan tiba-tiba
Aku hanya tak mengira janjimu itu benar-benar kau lakukan
Aku hanya bisa menggambar wajah masa kecilmu yang terbayang-bayang bersama suaramu
Hanya itu memori yang susah untuk kuhapus dari ingatanku
Walaupun pertemuan itu telah terjadi, aku tak bisa mengingat wajahmu lagi, kecuali wajah masa kecilmu
Hanya wajah dan suara masa kecilmu
Hanya itu